Di kuliah umum pembatik level 4, Lagi dan lagi kami dipertemukan dengan sosok seseorang yang sangat inspiratif dalam memperjuangkan pendidikan yang ada di daerah pelosok. Dia adalah wanita tangguh yang berani menantang resiko untuk mengabdikan dirinya demi membantu pendidikan yang ada di hutan pelosok. Dialah Butet Manurung. Perempuan kelahiran Jakarta, 46 tahun silam ini menjadi pelopor
berdirinya sekolah untuk anak-anak suku-suku terasing di 16 titik
pelosok Indonesia melalui Yayasan Sokola.
Perempuan bernama asli Saur Marlina Manurung ini juga mendirikan sebuah sekolah di daerah rimba yang kini tidak asing lagi terdengar di kalangan para pegiat pendidikan. Sokolah Rimba namanya. Sekolah ini tidak menggunakan metode pembelajaran seperti di sekolah pada umumnya. Kurikulum pun dibuat bersama masyarakat serta dievaluasi juga bersama masyarakat
Menurut butet, sistem sekolah formal tidak cocok diterapkan di berbagi tempat. Misalnya saja bagi masyarakat rimba. hal ini dikarenakan beberapa alasan, diantaranya yaitu:
- Sekolah formal tidak mengajarkan kepada anak jalanan atau rimba tentang kemampuan yang sesuai dengan kondisi atau potensi yang ada disekitarnya.
- Sekolah formal tidak mengakomodir cara belajar lokal dan sifat alamiah yang dinamis di alam bebas
- Sekolah formal tidak mengatasi persoalan kehidupan dan perubahan murid di hutan rimba
- Sekolah formal tidak merespon persoalan kehidupan dan perubahan di sekitar anak
- Sekolah formal tidak mengakomodasi nilai dan kebenaran versi lokal
Belajar mengenal kondisi awal siswa itu sangat penting dalam proses pembelajaran. kita harus percaya bahwa anak-anak sudah punya pengetahuan. misalnya anak rimba, mereka sudah cakap untuk bertahan hidup, dan kita sebagai guru hadir untuk melengkapi dan menjadikan mereka sempurna.
"Belajar dulu sebelum mengajar, guru punya tanggung jawab sosial selain mengajar dan mengajar itu sebagai sarana pendidikan bukan tujuan"
Butet Manurung (2020)
Banyak masayarakat pedalaman menganggap bahwa sekolah formal itu adalah sekolah untuk pergi. setelah mereka selesai dan kembali ke kampung halamannya, mereka seakan menjadi asing dan sepi karena ilmu yang mereka dapatkan tidak singkron dengan permasalahan di sekitarya.
"Sekolah harus memberi manfaat untuk kehidupan, untuk saat ini, bukan di masa depan, karena jika kita memelihara hari ini, kita memelihara masa depan"
Orang Rimba (2020)
Oleh karena itu, dalam pembelajaran di sekolah dapat dikaitkan dengan kondisi kehidupan sehari-hari. Karena sejatinya pendidikan kontekstual/merdeka belajar itu harus berkontribusi atau berdampak dalam kehidupan. Sebagai penutup, butet mengajak kita dalam membuat sebuah konten pembelajaran, harus memperhatikan konteks yang ada di daerah agar mampu singkron dan mampu mengatasi masalah yang ada di sekitar anak.





0 Komentar